Kasus Tambang Ilegal di Provinsi Lampung: Lemahnya Pengawasan dan Kuatnya Budaya “Beking” oleh Mafia Tambang di Daerah
![]() |
| Amand Septiani |
Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang illegal merupakan fenomena yang terjadi hamper di seluruh wilayah Indonesia, aktivitas ini bukan hanya merugikan ekonomi warga tetapi parahnya merusak lingkungan bahkan bisa menyebabkan bencana akibat keserakahan manusia. Dalam hal ini Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki pertambangan secara illegal di beberapa wilayah, laporan Bareskrim Polri mengungkap ada 32 titik tambang illegal yang tersebar di wilayah provinsi lampung tersebut.
Lalu, aspek hukum apa saja yang dilanggar dari pertambangan illegal? Mengapa fenomena tersebut sangat marak terjadi di berbagai wilayah? Dan bagaimana tantangan penegakan nya?
Pertambangan merupakan aktivitas untuk mengambil endapan berharga yang ada di dalam bumi. Menurut UU No. 4/2009, usaha pertambangan dikelompokkan atas pertambangan mineral, dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan atas:
· pertambangan mineral radioaktif
· pertambangan mineral logam
· pertambangan mineral bukan logam
· pertambangan batuan.
Endapan berharga yang ada di dalam bumi Indonesia merupakan Sumber Daya Alam yang digunakan untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan segelintir pihak, berdasar amanat konstitusi UUD 1945, Pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Peraturan mengenai pertambangan diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (istilah: UU Minerba). Lebih lanjut, Pasal 35 UU Minerba mewajibkan setiap kegiatan usaha pertambangan memiliki izin yang sah, seperti IUP, IPR, SIPB, atau IUPK. Menurut Pasal 158 UU Minerba diatur mengenai sanksi bagi siapa saja yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin: pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar
Kegiatan pertambangan illegal juga berpengaruh terhadap sektor lingkungan yang mana mengenai lingkungan sendiri diatur dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH).
Kasus berawal dari temuan aparatur kepolisian terkait aktivitas tambang illegal yang berada di wilayah Kabupaten Way Kanan (pertambangan emas), Kabupaten Lampung Timur (pertambangan pasir) dan Kabupaten Pesawaran (pertambangan emas), para pelaku sudah di tindak lanjuti dengan menempu proses hukum dijerat dengan pasal 158 UU Minerba.
Pada tahun 2025 Bareskrim Mabes Polri membuat laporan terkait pertambangan illegal yang berada di wilayah lampung mencapai 32 pertambangan, aktivitas pertambangan tersebut diantaranta tambang pasir, batu bara, andesit hingga emas. Pemerintah mensyaratkan adanya penindakan tegas untuk aktivitas pertambangan tersebut hal ini dipertegas oleh pernyataan Presiden RI yang mengatakan bahwa segala hal yang berkiatan dengan aktivitas pertambangan illegal harus ditindak tegas, adanya PETI bukan hanya merugikan kepada masyarakat, tetapi juga merugikan negara karena tidak adanya penyerapan pajak yang masuk.
Adanya praktik “Beking” membuat aktivitas pertambangan illegal beroperasi bahkan tidak tersentuh hukum, praktik tersebut dilakukan mulai dari oknum polisi, tokoh masyarakat hingga politisi. Setiap pertambangan illegal yang tersebar di berbagai wilayah memiliki praktik “beking” nya masing-masing.
Walhi berpandangan bahwa penegakan hukum terhadap tambang illegal masih lemah. Maraknya aktivitas PETI di daerah Lampung tersebut dikarenakan tidak adanya ketegasan dari pemerintah dan Aparatur Penegak Hukum (APH), adanya sikap atau tindakan dari pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terkait aktivitas PETI tersebut sehingga mengakibatkan pertambangan illegal disegel, akan tetapi yang perlu disoroti lebih lanjut adalah tindakan lanjutan dari pemerintah. Terkadang penyegelan tersebut tanpa adanya sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar bahkan hanya formalitas belaka, banyak Lokasi pertambangan yang hanya disegel tanpa penindakan tegas.
Tanggung jawab lingkungan pasca tambang seringkali juga diabaikan padahal, dampaknya bisa berakibat fatal terhadap ekosistem, tanah, air, dan risiko bencana (seperti longsor, banjir, erosi).
Langkah yang harus diambil adalah tindakan secara komprehensif dengan menguatkan penegakan hukum seperti penerapan pasal pidana yang konsisten, meliputi penindakan terhadap stake holder yang terlibat dalam aktivitas pertambangan illegal tersebut. Pengawasan terpadu antar pemerintah, Aparatur Penegak Hukum dan masyarakat. Pemulihan ekonomi dengan membangun alternatif perekonomian untuk masyarakat sehingga menyebabkan ketidak tergantungan pada tambang illegal dan pemulihan lingkungan (reklamasi) wilayah yang terkena dampak pertambangan perlu dipulihkan secara realistis.
Tambang illegal di Lampung merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang diatur melalui konstitusi dan Undang-Undang, praktik pertambangan illegal tersebut bukan hanya melanggar hukum tetapi berakibat fatal terhadap kerusakan lingkungan jangka panjang.
Isu tambang ilegal sejatinya mengingatkan kita bahwa kekayaan alam bukan hanya untuk dieksploitasi, tetapi harus dijaga agar generasi mendatang masih bisa menikmati manfaatnya. Lampung membutuhkan tindakan nyata, bukan sekadar wacana.
