Gali Emas di Tanah Sendiri Tanpa Izin: Potret Resiko Pidana dan Pentingnya Kepatuhan Hukum Pertambangan
![]() |
| Ghaitsa Zahira Shidqiya |
Kasus dua warga Sukabumi yang ditangkap saat menggali emas di tanah milik sendiri menunjukkan bahwa aktivitas penambangan, meskipun dilakukan di lahan pribadi, tetap memerlukan izin resmi dari pemerintah. Dalam kejadian di Blok Pasir Gombong, Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, pihak berwenang menemukan aktivitas penambangan manual sedalam 20–30 meter, beserta alat bor dan puluhan karung material. Berdasarkan hasil penyelidikan, salah satu pelaku berfungsi sebagai pengelola lokasi tambang, sementara pelaku yang lain memberikan lahannya untuk aktivitas tersebut. Baik lahan pribadi maupun tidak adanya tujuan komersial tidak menghapus kewajiban perizinan, karena hukum pertambangan Indonesia menganggap semua mineral sebagai sumber daya alam yang dikuasai oleh negara.
Kedua pelaku dikenakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang mengubah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya UU Minerba), yang menyatakan bahwa (Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, 2020):
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Sementara itu, Pasal 35 UU Minerba mengatur bahwa setiap usaha pertambangan harus dilaksanakan berdasarkan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat (atau pihak yang didelegasikan sesuai ketentuan perundang-undangan). Dengan demikian, bahkan jika penambangan dilakukan di lahan milik sendiri, tanpa izin resmi, aktivitas tersebut masih tergolong ilegal dan pelakunya bisa dikenakan sanksi pidana dan denda sangat besar.
Kasus itu menunjukkan signifikansi kepatuhan terhadap peraturan pertambangan tidak hanya untuk menghindari konsekuensi hukum, tetapi juga untuk melindungi lingkungan dan meminimalkan risiko keselamatan. Penambangan secara manual bisa menyebabkan longsoran, pencemaran, dan menciptakan lubang-lubang berbahaya di permukaan tanah tanpa adanya pengawasan teknis yang cukup. Dengan demikian, tindakan pihak berwenang dalam mengatur kegiatan tanpa izin tidak hanya bertujuan untuk menerapkan hukum, tetapi juga melindungi masyarakat dari risiko ekologis dan sosial yang lebih besar.
Lebih dari sekadar penegakan hukum, diperlukan pendekatan preventif, yakni memberikan pemahaman bahwa proses perizinan tidak hanya membatasi kegiatan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme keamanan, perlindungan, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kehadiran izin memungkinkan pemerintah untuk mengawasi kegiatan, mengurangi risiko, dan melestarikan lingkungan sambil memastikan bahwa eksploitasi mineral dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Referensi
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (2020). http://peraturan.bpk.go.id/Details/138909/uu-no-3-?utm_source
